Minggu, 07 November 2010

Astaga sy kecewa sensei katanya di jepang Asalkan banyak uang "Baka" pun tak masalah

Pagi tadi murid saya, seorang Ibu berumur 50 tahun, tetapi masih gesit, awet muda dan sangat luas wawasannya menceritakan sebuah fenomena baru di kalangan artis Jepang, yang dikenal dengan istilah バカ芸能人(baka geinoujin). Kata “baka” berarti “tolol”, “nggak pinter”.


Dalam sebuah survey disebutkan urutan artis “baka” yang digemari kawula muda, yaitu :Satoda Mai, Suzanne, Misono, Tsuruno Takeshi, Kinoshita Yukina, Osawa Akane, Kamiji Yusuke, dll. Mai, Suzanne, dan Yukina adalah 3 gadis yang tergabung dalam grup vokal PABO. Sedangkan Tsuruno Takeshi dan Kamiji Yusuke adalah penyanyi grup vokal Yuuchisin.  Grup PABO dan Yuuchisin kemudian mengadakan kolaborasi, bernama ALADDIN yang sekarang sangat digemari di Jepang karena lagu-lagunya yang riang dan kostum yang mereka kenakan ala anime.  Saking ngetopnya, Kamiji Yusuke pernah mendapat penghargaan dari Guiness Book karena blognya mempunyai pengunjung terbanyak di dunia.
Siang tadi saya menyaksikan sebuah acara kuiz untuk artis yang disiarkan sebuah channel TV, dan anggota ALADDIN tampil dalam acara tersebut. Acara kuiz itu berupa sekitar 10-15 artis dikelompokkan menjadi tiga regu dan artis dalam masing-masing regu duduk berurutan ke belakang sesuai dengan kemampuan akademiknya. Para artis ALADDIN ditempatkan pada deretan terbelakang. Ketiga tiba giliran mereka menjawab pertanyaan, terlihat kelucuan mereka karena tidak sanggup menjawab pertanyaan yang gampang sekali pun, sehingga hingga akhir acara, pertanyaan yang sudah ditanyakan sebelumnya kepada peserta lain ditanyakan kembali kepada seorang member ALADDIN dan untungnya dia masih ingat jawabannya.
Sekalipun tidak bisa menjawab, dan terlihat “baka”, tetapi wajah dan penampilan mereka bernilai jual di dunia hiburan. Maka murid saya mengatakan bahwa ada gejala baru di kalangan ibu-ibu di Jepang yang putus asa menyuruh anaknya belajar, yaitu mendorong mereka untuk menjadi artis. Tidak mengapa “baka”, yang penting dia mampu menghasilkan uang dan “itsumo genki” (=selalu riang).
Gaya berpakaian, gaya rambut para “bakaers” menjadi trade mark anak-anak muda, terutama kaum gadis. Sehari sebelumnya, sebelum berangkat bekerja, saya menyaksikan sebuah berita yang menyorot fenomena baru anak-anak putri SMP di Tokyo, Jepang yang ingin dikatakan sebagai wanita dewasa. Maka mereka menghabiskan hari Sabtu dan Minggu untuk mendatangi butik dan salon yang memberi harga dan pelayanan khusus kepada anak-anak gadis seusia mereka yang tersebar di daerah Shibuya. Penyiar TV yang melaporkan berita tersebut terlihat membelalak kaget ketika ditampilkan profil seorang anak SMP kelas 2 yang penampilannya serupa dengan mahasiswa tingkat akhir :D
Well, fenomena baru yang dilahirkan kawula muda kelihatannya tak mampu dihentikan. Beberapa sekolah negeri favorit masih bisa menerapkan peraturan yang ketat, tetapi sekolah-sekolah yang mulai kekurangan murid, ditambah dengan antusiasme belajar anak-anak usia SMP dan SMA (terutama gadis) yang mulai menurun karena banyaknya godaan jalan pintas menuju kesuksesan, menjadi sebuah masalah pelik bagi pendidikan Jepang dewasa ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar