Minggu, 07 November 2010

Cerita Sensei Murni tentang Forum Osis SMA di Jepang

Selama 3 hari saya tidak punya waktu menulis sesuatu di blog karena harus menghadiri Symposium SMA se-Jepang (高校シンポーkoukou sinpo-) yang diadakan di Kota Kobe, 26 Jan-28 Jan 2007.  Sebuah symposium yang membahas perkembangan SMA di Jepang, mempresentasikan hasil penelitian yang dilakukan guru-guru SMA.
Tahun lalu saya pun ikut symposium yang sama yang diadakan di Nagoya, kota tempat saya belajar sekarang.  Entah kenapa saya begitu tertarik menghadiri symposium-symposium semacam ini yang terjadwal secara rapih, dan sesudahnya saya pasti merasa agak pandai sekaligus agak bodoh.  Agak pandai karena ilmu sedikit bertambah, dan merasa agak bodoh karena ternyata ilmu saya masih cekak.
Tapi atmosfer orang-orang yang bersemangat dalam pendidikan senantiasa saya rasakan dalam setiap symposium yang saya hadiri, begitu pula dg sympo Kobe kali ini.
Acara sympo yang dimulai dari jam 18.00, Jumat dengan seminar umum (zentai kai), bertopik `貧困と格差の拡大の中での参加と共同の学校づくり、地域づくり=hinkon to kakusa no kakudai no naka de no  sanka to kyoudou no  gakkou dukuri, chiiki dukuri, yang kira-kira artinya ` Partisipasi dan Kerjasama dalam pengembangan sekolah dan wilayah dengan kondisi  keterbatasan dan gap yang besar`.  Saya tidak mengikuti secara penuh acara ini karena sorenya saya harus mengikuti wawancara seleksi dormitory.  Sekalipun saya sudah berlari-lari supaya bisa naik shinkansen ke shin osaka jam 5 sore, ternyata tetap telat juga.
Acara hari kedua selalu saya sukai, acara forum diskusi yang dibagi menjadi 3 kelompok.  Kelompok 1 membahas masalah kurikulum belajar SMA dan masalah ujian akhir nasional. Kelompok ke-2 membahas tentang kerjasama pengembangan sekolah dan wilayah, saya ikut kelompok ini, dan kelompok ke -3 membahas perkembangan anak/generasi muda dan problema anak SMA.
Kelompok 2 dibagi 2 grup diskusi kecil karena banyaknya pemakalah yang harus mempresentasikan kemajuan sekolah masing2.  Saya ikut kelompok B yang dihadiri oleh para guru, siswa, orang tua dan pakar pendidikan.  Hanya ada 2 mahasiswa yang ikut serta dalam forum ini, saya dan seorang teman.  Biasanya hanya saya sendiri, entah kenapa mahasiswa Jepang tidak begitu tertarik dengan forum-forum begini.  Pakar pendidikan yang hadir sudah saya kenal baik, karena kami selalu bertemu di setiap symposium membahas `gakkou dukuri`, yaitu Prof. Masaaki Katsuno dari Tokyo Univ, dan Prof Nakata dari Hitotsubashi Univ.  Keduanya peneliti muda yang sangat tajam pandangannya dan enak diajak diskusi.
Saya sebenarnya ingin sekali ikut kelompok diskusi ke-1 yang menghadirkan professor saya, Takeo Ueda sebagai pembicara pakar, tapi seperti biasa, kami selalu mengusahakan sedapat mungkin hadir di forum diskusi yang berbeda, merekam semua pembicara dan membahasnya di kemudian hari.  Rasanya saya belum pernah hadir seforum dengan beliau selama ini.
Sebagaimana tema yang diangkat dalam symposium kali ini, yaitu mempersiapkan siswa SMA yang siap terjun ke masyarakat, maka yang menjadi fokus adalah para siswa.  Berbeda dengan sympo tahun lalu, yang menjadi fokus adalah kerjasama antara guru, siswa dan orang tua, saya merasakan nuansa yang kuat sekali bagaimana siswa-siswa SMA di Jepang mulai bergerak menjadi pelopor dan penggerak reformasi sekolahnya.  Melalui forum 生徒会`seitokai`、(semacam OSIS di Indonesia), para siswa berlatih berorganisasi, membuat survey untuk perbaikan proses belajar dan perbaikan fasilitas sekolah, juga mulai bergerak ke masalah-masalah yang muncul di masyarakat, seperti yang saya tulis di blog ini.
Hal seperti itu mungkin bukan hal baru di Indonesia.  Siswa2 SMA kita dengan OSIS-nya saya pikir sudah maju selangkah dengan apa yang dikembangkan sekarang di Jepang.  Dugaan saya Jepang agak terlambat dalam menerapkan neoliberalism di sekolah-sekolahnya.  Professor saya mengamini ini, dan beliau menjabarkan bahwa baru belakangan ini saja siswa didengar suaranya oleh para guru.  Dulu sama sekali tidak, siswa hanya mengikuti apa yang diperintahkan guru, termasuk dalam kegiatan-kegiatan tahunannya.
Selama SMP dan SMA saya terlibat dalam OSIS, dan ketika saya ungkapkan bahwa kami harus menempuh training kepemimpinan sebelum jadi pengurus, pun juga harus bergerak mencari sponsor dalam mencukupi dana kegiatan, mereka  terkesima.  Karena di Jepang, kegiatan OSIS hanya berasal dari sekolah, malah terkadang dari kocek guru.
Dari segi ini, saya melihat siswa SMA di Indonesia lebih maju dibandingkan siswa Jepang.  Siswa-siswa kita cukup cerdas dalam berdiskusi dan kaya ide.  Kegiatan OSIS di Indonesia pun lebih beragam menurut saya, hanya dalam konsep pengembangan sekolah yang berbasis masyarakat, mungkin kita patut mencontoh beberapa SMA di Jepang.
Beberapa kegiatan OSIS-nya SMA di Jepang yang saya tangkap dalam forum ini : bunka sai (festival sekolah), bazar, fund raising (boking katsudou) dengan tujuan bermacam2, ada yang untuk membantu anak2 di dunia yang tertimpa bencana, seperti tsunami di Aceh, juga ada yang bertujuan untuk membantu teman-teman mereka yang tidak mampu membayar SPP.  Kegiatan yang menarik adalah survey untuk mengetahui pandangan orang tua dan masyarakat tentang perilaku/moral siswa SMA.  Hasil yang diperoleh melalui survey sederhana membawa dampak yang demikian besar, yaitu sebagai cikal bakal forum SMA, yaitu forum yang dihadiri siswa, guru, ortu, masyarakat dan pemerintah setempat.
Pada hari ke-2, sore hari diadakan seitokouryuukai, yaitu forum antar siswa SMA.  Forum ini cukup menarik dengan bentuk diskusi kelompok membahas topik yang ditentukan panitia.  Sekali lagi saya merasakan atmosfer kebanggaan, karena saya pikir forum diskusi siswa SMA di Idonesia lebih ramai ide.  Anak-anak SMA Jepang masih terkesan malu berbicara, atau mungkin karena saya ikut duduk di sebelah mereka : (  Tapi ada satu hal menarik yang diungkap seorang siswa dari Aichi, yaitu ajakannya untuk membentuk forum OSIS SMA se-Jepang, yang disambut dengan tepuk tangan meriah dari semua hadirin.  Memang belum diputuskan malam itu seperti apa bentuknya, tetapi keinginan seperti ini termasuk langka di kalangan anak SMA di Jepang. Saya antusias juga mengikuti forum ini selanjutnya.  Alamat sudah saya titipkan ke panitia, semoga perkembangan selanjutnya terus dapat saya pantau.
Hari terakhir symposium mengangkat gerakan ibu2 di Aichi dalam rangka mendukung program pengembangan sekolah.  Akan saya tulis dalam kesempatan lain, sesudah mewawancarai tokohnya minggu-minggu ini.  Saya sangat tertarik dnegan kegiatan mereka dan sebelum pulang saya sempat memberikan kartu nama dan meminta ijin mewawancarainya lain hari atau menengok kegiatan mereka. Alhamdulillah mereka sangat antusias.
Ya, begitulah….
Tiga hari di Kobe, kota yang tertimpa gempa maha dahsyat yang meluluhlantakkan kota di tahun 95 ini, benar-benar berkesan.  Sempat saya kunjungi masjid pertama di Jepang, masjid Kobe.  Insya Allah saya pun akan menulis tentang hal ini.
Tiga hari di Kobe saya bertemu dengan orang-orang yang baik, bertukar kartu nama dengan orang-orang yang bersemangat di bidang pendidikan, berbicara dengan para pakar yang senantiasa bersemangat mengajak saya mengikuti seminar ini dan itu.  Tampaknya saya harus bekerja dan belajar lebih giat.  Bekerja supaya ada dana untuk menghadiri seminar-seminar semacam ini yang cukup berat di ongkos (transportasi dan akomodasi), dan harus belajar supaya otak saya makin terasah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar